Wednesday, 18 May 2016

Setya Novanto Terpilih Sebagai Ketua Umum Golkar: Keuntungan atau Kerugian?

Setya Novanto terpilih sebagai ketua umum partai Golongan Karya melalui MUNASLUB partai Golkar di Bali. Setya Novanto ditetapkan sebagai ketua umum terpilih partai Golkar setelah melalui proses pemilihan melalui sistem voting. Pada pemilihan kali ini, partai golkar menerapkan sistem pemilihan tertutup. Setelah sebelumnya menuai polemik yang cukup panjang antara melalui pemilihan tertutup atau terbuka. Pada proses pemilihan kali ini ada tujuh calon yang mengikuti pemilihan ketum golkar, namun dari hasil pemilihan pada putaran pertama suara didominasi oleh suara Setya Novanto dan Ade Komarudin. Suara Ade Komarudin cukup terpaut jauh dengan Setya novanto. Setelah hasil pemilihan ketua umum putaran pertama keluar, sebenarnya Setya Novanto belum bisa ditetapkan sebagai pemenang, karena setiap calon yang berhasil mengumpulkan suara lebih dari 30 persen, berhak untuk melaju ke putaran kedua. Setya Novanto dan Ade Komarudin lah yang berhak untuk melaju kepada pemilihan kedua, karena suara keduanya melebihi 30 persen.

Kendati Setya novanto dan Ade komarudin berhak untuk melaju kepada putaran kedua namun terjadi sebuah kejadian menarik. Yaitu calon lainnya Ade komarudin menyatakan mengundurkan diri dari proses pemilihan ketua umum Golkar, maka dari itu Setya Novanto secara otomatis ditetapkan sebagai ketua umum terpilih Partai Golkar periode 2016-2019. Cukup menarik dan mengejutkan untuk beberapa pihak terpilihnya Setya Novanto sebagai ketua umum Golkar periode 2016-2019. Ada beberapa fakta menarik didalam proses Munaslub partai Golkar, salah satunya adalah persaingan antara Jusuf Kalla dan Luhut Binsar Panjaitan.

Kedua tokoh tersebut merupakan sesepuh partai Golkar. Bagi beberapa pihak menilai kedua tokoh tersebut mempersiapkan untuk memenangkan calon yang disusungnya masing masing secara tidak langsung. Terjadi statement-statement yang dikeluarkan oleh Luhut Panjaitan terkait Presiden kurang setuju dengan Ketum Parpol yang rangkap jabatan. Pernyataan tersebut seolah oleh "menyerang" kubu Ade Komarudin yang seperti telah diketahui bahwa Ade sekarang menjabat sebagai Ketua DPR Republik Indonesia. Menariknya pernyataan dari Luhut itu dibantah oleh Jusuf Kalla, bahwa Presiden tidak kebertan dengan ketum rangkap jabatan. Sangat menarik persaingan yang cukup ketat dalam proses pemilihan ketua umum partai Golkar. Kekuatan Jusuf Kalla dan keluarga cendana yang sepertinya mendukung Ade Komarudin untuk menduduki posisi sebagi ketua umum partai Golkar belrum mampu mempengaruhi membawa Ade komarudin menduduki posisi ketua umum partai berlambang pohon beringin itu.

Karir politik Setya Novanto cukup terseok-seok ketika beliau menjadi Ketua DPR RI. Kala itu, skandal kasus 'papa minta saham' cukup menyedot perhatian publik. hal tersebut menjadi trending tropic yang cukup panas dan membuat Setya Novanto harus menerima kenyataan kasusnya disidangkan didalam Mahkamah Kehormatan Dewan. Reaksi masyarakat yang cukup hebat sangat menudutkan partai Golkar dan Setya novanto itu sendiri kala itu. Setelah melalui dinamika yang cukup panjang sebelum keluar hasil dari persidangan Mahkamah kehormatan Dewan, Setya Novanto menyatakan mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Praktis kasus yang berjalan dalam Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI terhenti karena Novanto telah mengundurkan diri.

Skandal kasus tersebut salah satu hal yang dikhawatirkan dari sosok Setya Novanto, walaupun sebenarnya Setya Novanto merupakan politikus yang senior dari partai Golkar. Beberapa pihak dalam proses kampanye dan pemilihan ketum golkar kerap menjadikan skandal tersebut sebagai bahan untuk menyerang Novanto. Namun hal itu pula cepat diredam oleh timses Novanto itu sendiri.

Dalam tubuh partai Golkar pula, isu yang cukup menyeruak bahwa setiap suara untuk salah satu calon berharga miliaran rupiah. Cukup fantastis katakanlah jika satu suara dibayar 1 miliar dikali misal 200 suara sudah mencapai 200 miliar. Tentu ini merupakan hal yang sangat buruk jika benar bernar terjadi bukan saja bagi Golkar tapi bagi demokrasi di Indonesia itu sendiri. Memang sistem demokrasi liberal yang berlaku saat ini membuat orang-orang yang mempunyai cukup uang/modal yang bisa mendapatkan posisi. Ongkos politik yang besar membuat politisi-politisi berkualitas namun tidak mempunyai modal cukup besar tidak mampu bersaing melawan saudagar-saudagar yang mempunyai modal besar. Tidak heran memang isu 'uang' dalam proses pemilihan ketum partai-partai politik di Indonesia kerap terdengar.

Setelah Golkar melahirkan Setya Novanto sebagai ketua umum maka tantangan selanjutnya bagaimana membuat Golkar kembali berjaya untuk mengarungi dunia perpolitikan negeri ini. Golkar merupakan partai besar warisan dari orde baru, yang kala itu merupakan golongan yang cukup kuat dan sangat berpengaruh. Tiga tahun lagi Golkar akan menghadapi pemilihan umum sekaligus pemilihan Presiden Republik Indonesia. Pada saat itulah keppemimpinan Setya Novanto diuji. Apakah dia bisa melebihi apa yang ketum sebelumnya peroleh atau malah Golkar akan merosot dibawah kepemimpinan Setya novanto. Beredar kabar dalam pilpres mendatang Golkar akan mengusung Jokowi sebagai Capres seperti yang dilansir oleh detik.com. Cukup menarik dan mengejutkan apabila benar terjadi seperti itu. Selama ini setelah reformasi memang Golkar belum bisa memenangkan kadernya menjadi Presiden Republik Indonesia. Memang sudah saatnya menyiapkan calon untuk pilpres mendatang. Namun pertanyaannya apakah haru Jokowi? penulis pribadi meniali Golkar merupakan partai yang cukup matang dan sangat senior. Pasti Golkar mempunyai formula dan potensi yang sangat besar dari akdernya itu sendiri. Namun apakah kondisi ini merupakan keputusasaan Golkar karena sejak reformasi golkar tidak mempu mengantarkan kadernya menjadi Presiden Republik Indonesia.

Sudah saatnya Golkar dibawah kepemimpinan Novanto berbenah setelah konflik yang cukup panjang melanda partai berlambang beringin ini. 1,5 tahun merupakan waktu yang sangat lama untuk sebuah konflik partai politik. Munaslub di Bali merupakan proses rekonsiliasi yang harus dimanfaatkan sebagik mungkin. Ditengah beberapa ketidak percayaan beberapa pihak kepada Novanto untuk memimpin Golkar, Novanto harus bisa meyakinkan dan mengembalikan kejayaan Partai Golkar. Jangan biarkan tradisi-tradisi buruk yang selama ini terjadi yang merugikan partai terus terjadi. Novanto harus bisa menjawab tantangan, jangan sampai Golkar yang dulu selalu berjaya menjadi sebuah sejarah yang terukir dalam buku sejarah partai politik Indonesia.


Penulis,
Ergi Fathurachman
Direktur Erginesia Institute dan Pemerhati Politik Nasional

*) tulisan ini merupakan opini pribadi penulis tidak memihak kepada salah satu pihak.

0 comments:

Post a Comment