Monday 16 May 2016

Sanksi FIFA dicabut, sepak bola Indonesia mau kemana?

Setelah hampir satu tahun dunia sepak bola Indonesia mengalami mati suri karena diberikan sanksi oleh federasi sepak bola tertinggi dunia FIFA, akhirnya sanksi tersebut telah dicabut dalam kongres FIFA yang dilaksanakan di Mexico city 12-13 mei kemarin. Sontak hal ini sambut penuh suka cita oleh seluruh elemen pencita sepak bola tanah air. FIFA menjatuhkan sanksi terhadap sepakbola Indonesia dikarenakan mereka menganggap telah terjadinya intervensi pemerintah Indonesia terhadap federasi sepakbola nasional (PSSI) dengan memberikan pembekuan terhadap induk organisasi sepakbola tanah air tersebut. FIFA dalam hal ini sangat memberikan perhatian yang cukup serius terhadap intervensi pemerintah. FIFA sangat menolak dan melarang dengan tergas setiap bentuk intervensi pemerintah terhadap federasi nasional.

Selama kurun waktu satu tahun dibekukannya sepakbola Indonesia, denyut kompetisi di negeri ini harus terputus. Indonesia super league (ISL) yang musing 2015 telah digulirkan memasuki pekan ke 3, harus dihentikan dengan alasan force mejeure dikarenakan tidak diberikannya izin pelaksanaan baik oleh BOPI maupun POLRI dalam perihal keamanan. Tentu ini memunculkan reaksi yang cukup dahsyat dari insan pecinta sepakbola tanah air. Pro dan kontra terjadi, disatu sisi beberapa elemen menyatakan apa yang dilakukan oleh KEMENPORA terhadap PSSI itu sudah benar, mereka menuntut untuk perbaikan tata kelola sepak bola nasional. Namun, dilain pihak juga memberikan penilaian bahwa apa yang dicita-citakan oleh Menpora untuk mereformasi tata kelola sepakbola itu baik, namun dengan cara yang kurang tepat.

Di Indonesia pagelaran kompetisi sepak bola nasional bisa dikatakan memberikan efek yang luar biasa, tidak hanya kepada pelaku sepak bola itu sendiri namun kepada seluruh pihak yang menggantungkan hidupnya dalam sepak bola. Dalam kondisi sulit ditengah sanksi FIFA tentu sepakbola Indonesia dipinggirkan dari dunia sepak bola internasional. Beberapa event FIFA tidak bisa diikuti oleh sepak bola Indonesia termasuk Persipura Jayapura yang kala itu sengang melakoni piala AFC harus merelakan didepak karena situasi sepakbola nasional sedang berada dalam hukuman FIFA. Pemerintah dalam hal ini sebagai pihak yang dituntut untuk bertanggung jawab memutar otak untuk mengembalikan gairah industri sepakbola nasional.

Beberapa turnamen berskala nasional digelar, untuk mengisi kekosongan selama sanksi FIFA. Dimulai dari piala kemerdekaan, piala presidan, piala jenderal soedirman sampai piala bhayangkara. Yang dalam turnamen tersebut melahirkan idola baru, munculnya klub dari TNI yang bermain sangat baik dalam gelaran piala Jendral Soedirman melahirkan idola baru dalam dunia sepakbola indonesia, walaupun tim tersebut masih dalam katogi amatir.

Terlepas dari turnamen-turnamen yang digulirkan, proses hukum juga dijalani oleh pihak yang berseteru. Kali ini adalah PSSI dan Kemenpora RI. Dengan dikeluarkannya surat pembekuan oleh Kemenpora RI praktis seluruh aktifitas PSSI tidak diakui keberadaannya. PSSI melayangkan gugatan terhadap Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mencabut SK Pembekuan PSSI. Proses hukum dipengadilan pertada ini cukupp alot dan cukup menarik untuk diikuti. Pada gugatan pertama, PTUN mengabulkan gugatan PSSI sehingga meminta Kemepora untuk mencabut SK Pembekuan. Namun, semua tidak berakhir sampai disana Kemenpora melakukan banding ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi namun sampai di tingkat Mahkamah Agung (MA) Kemenpora harus merelakan bahwa banding nya tidak diterima atau dengan kata lain ditolak, mereka harus mencabut SK Pembekuan PSSI.

Menarik jika kita melihat proses hukum yang berjalan, negara dalam hal ini yang diwakilkan oleh Kemenpora kalak telak bahkan sampai 3-0 semua tingkat pengadilan. Apakah ada proses yang salah dalam penerbitan SK pembekuan PSSI oleh Kemenpora RI? Entahlah, namun jika diamati memang terjadi hal yang salah terkait pembekuan PSSI. Jika ada pepatah "jangan bakar lumbungnya, namun bakarlah tikus-tikusnya" ini cukup tepat mewakili kondisi yang terjadi antara PSSI dan kemenpora. Dalam hal ini penulis mengakui bahwa kondisi sepakbola Indonesia itu tidak berada dalam kondisi sehat, banyak sekali persoalan yang terjadi dalam dunia sepakbola nasional.

Banyak sekali isu yang terlempar terhadap dunia sepakbola nasional mulai dari match fixing, penunggakan gaji pemain, sampai ada pemain impor yang terlantar hidupnya karena klubnya tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap pemain tersebut. Harus ada sebuah langkah yang komprehensive untuk menyelamatkan sepakbola nasional. Sinergi antara pemerintah dan induk sepakbola tertinggi nasional tentu merupakan hal yang sangat mutlak, jangan menyerang satu sama lain. Seluruh elemen sepak bola indonesia harus bahu membahu untuk membangun sepak bola indonesia, menjadi sebuah industri yang menjanikan di negeri ini.  Setiap kesalahan itu pasti terjadi, jika ada oknum-oknum nakal yang merusak sepak bola nasional sudah sepatutnya oknum tersebut diringkus, ditangkap dan dikeluarkan dari sepak bola nasional karena itu cukup merusak kondisi sepakbola nasional.

Sekarang denyut seak bola Indonesia kembali bergairah setelah sanksi FIFA terhadap Indonesia dicabut. PSSI dalam hal ini harus mengikuti kehendak insan sepakbola Indonesia untuk melahirkan kompetisi yang sehat. Kompetisi yang bukan hanya ajang formalitas tanpa mengabaikan aspek-aspek yang harus dipenuhi dalams sebuah kompetisi. Kompetisi yang bertajuk ISC A dan B sudah digelar dan memasuki pekan ke 3, terpancar optimisme akan bangkitnya sepakbola nasional, terlepas dari segala kritik yang terjadi terhadap operator kompetisis ISC A dan B. Insan sepak bola tanah air sudah cukup lelah melihat prahara konflik selama satu tahun silam. Mereka menginginkan prestasi dan tontonan yang sangat menghibur. Janganlah kepercayaan yang diberikan oleh FIFA ini disia-siakan. Semoga sepak bola Indonesia berada dalam kejayaan!


Penulis,
Ergi Fathurachman
Direktur Erginesia Institute sekaligus pecinta sepakbola nasional.



*) tulisan ini merupakan opini pribadi penulis tidak memihak kepada salah satu pihak.


0 comments:

Post a Comment